Kamis, 12 Juni 2014

andragogi dan pedagogi

Hai, kali ini aku mau cerita soal pembelajaran yang kami lakukan hari kamis semalam pada mata kuliah Psikologi Pendidikan. Topik yang kami pelajari adalah "Andragogi dan Pedagogi", dimana dosen yang mengajar adalah Ibu Dina. Ada yang berbeda dari cara belajar kami kali ini. Oke, kuceritakan yaa :)
Jadi, dari awal ibu Dina masuk kami tidak ada membuka buku, sedikit pun. Bu Dina membuka kelas dengan salam, sapaan dan langsung memberi clue kepada kami tentang apa yang akan kami lakukan, yaitu belajar sambil bermain. Bu Dina membagikan satu kertas untuk setiap orang, dimana ada tulisan pada kertas tersebut yang nantinya akan disusun menurut kelompoknya. Ada 3 bagian kolom yang harus diisi yaitu "Andragogi dan Pedagogi", "Asumsi Andragogi dan Asumsi Pedagogi", dan "10 Karakter Guru yang Berkualitas". Setelah memberi clue cara mengerjakan tugas tersebut, Ibu Dina pergi membiarkan kami mengerjakan tugas secara mandiri. Disinilah dimulai kerusuhan. hahaha :D
Semuanya panik dan bingung, apa yang harus dilakukan dengan kertas tersebut. Mulailah semua mahasiswa saling berkomunikasi, bekerja sama, bertanya satu dengan yang lain, dan peduli. Setelah beberapa menit berlalu, lalu Bu Dina kembali dan meminta kami untuk menempelkan kertas kami masing-masing pada tabel yang disediakan di papan tulis. Dengan bantuan instruksi dari Ibu Dina dan kerjasama mahasiswa, kami akhirnya mampu menyelesaikan tabel tersebut. Setelah itu, ada beberapa teman-teman yang presentasi untuk menjelaskan isi tabel tersebut.
Menurutku, cara belajar seperti ini menarik,dimana mahasiswa dituntut untuk berusaha dan benar-benar mencari tahu apa yang sedang dipelajari, sesuai dengan apa yang telah dipelajari semalam, yaitu, kami ini yng sudah dalam masa pembelajaran Andragogi, dituntut untuk lebih mandiri dalam belajar.

Minggu, 20 April 2014

Evaluasi Observasi Sekolah SMP Negeri 1 Medan

Ini adalah evaluasi kinerja dan evaluasi dengan teori terhadap kelompok kami dalam mengobservasi SMP Negeri 1 Medan. Berikut adalah anggota kelompok kami
1. Muhammad Ali (12-073)
2. Imam Mustakim (13-019)
3. Yuli Narty (13-057)
4. Ayu Silvia Manullang (13-079)
5. Yessica (13-101) 
  A.    Evaluasi Terhadap Kinerja Kelompok

Pertama-tama kami meminta izin dari pihak sekolah dengan mendatangi sekolah. Pihak sekolah memberitahu untuk menemui wakil kepala sekolah yang merupakan bagian humas. Saat itu hanya saya yang dari kelompok saya yang datang ke sekolah. Pada hari itu tanggal 27 Maret 2014, saya datang tanpa membawa surat dan ibu itu bilang datang lagi dengan surat izin dari pihak fakultas. Saya kembali ke kampus dan mengurus surat izin dari pihak kampus dengan teman sekelompok saya. Surat dari pihak kampus baru diberikan pada hari selasa minggu depannya. Peraturan dari dosen pengampu yang hanya memperbolehkan 2 kelompok dari kelas saja yang bisa mengobservasi 1 sekolah. Dan ternyata sudah ada 3 kelompok yang ingin mengobservasi SMP Negeri 1. Akhirnya kami mendiskusikan lagi dengan 2 kelompok lain dan 2 kelompok lain memutuskan untuk mencari sekolah lain. Kami memberikan surat izin pada sekolah tanggal 3 April. Tetapi sekolah bilang bahwa kami tidak bisa langsung observasi hari itu ataupun besoknya, memang agak sedikit diundur-undur oleh pihak sekolah. Akhirnya setelah beberapa kali kami minta konfirmasi dari sekolah, kami diizinkan untuk observasi hari Senin tanggal 7 April sedikit gugup dan bingung karena ini adalah observasi kami yang pertama ditambah lagi batas waktu pengumpulan laporan hanya tinggal 2 hari lagi, kami benar-benar berusaha keras agar bisa memberikan laporan terbaik. Dalam kelompok kami saya Yessica dan Imam Mustakim bagian dokumentasi dan Ayu Silvia dan Yuli Narti yang melakukan observasi dalam kelas. Kami melakukan observasi jam 11 siang pada kelas 7 Newton. Nama-nama kelas di sekolah SMP 1 Medan cukup unik karena mereka tidak menggunakan angka, melainkan menggunakan nama-nama ilmuwan dan tokoh-tokoh ini merupakan metode pembelajaran yang bisa memudahkan murid untuk mengingat nama-nama tokoh dengan mudah. Suasana sekolah yang bersih.  dan asri membuat sekolah tampak lebih nyaman dan tenang. Di kelas, suasana kelas cukup bersih dan tidak terlalu sempit karena muridnya juga tidak terlalu banyak. Ini memudahkan guru untuk berinteraksi dengan murid. Saat kami melakukan observasi jam 11 siang, biasanya kalau sudah masuk pelajaran-pelajaran terakhir murid akan terlihat malas-malasan dan mengantuk. Namun di kelas 7 Newton murid tetap terlihat bersemangat dan berkonsentrasi mengikuti pelajaran ,begitu juga dengan guru yang mengajar. Saya dan imam bertugas untuk melakukan dokumentasi dan berkeliling melihat fasilitas-fasilitas sekolah. Sekolah SMP Negeri 1 memiliki area yang cukup luas dan asri. Mereka memiliki 3 lapangan terpisah. Ada lapangan basket, voli dan sepak bola. Lapangan basket dan voli terletak di tengah tengah sekolah, sedangkan lapangan sepak bola terletak di belakang sekolah. Adapun fasilitas lain seperti laboratorium, UKS, kantin dan tempat ibadah. Ada yang cukup unik dari kantin mereka. Ada kantin yang disebut dengan english corner. Jika kita ingin makan atau membeli sesuatu dari kantin ini, kita harus menggunakan bahasa inggris dengan penjualnya. Tujuannya untuk membiasakan para murid menggunakan bahasa inggris dengan fasih. Setelah selesai berkeliling kami kembali ke kelas untuk menyelesaikan observasi dalam kelas. Pelajaran dalam kelas juga sudah mau berakhir. Kinerja kelompok kami saya nilai cukup baik karena kami membagi tugas dengan seimbang sehingga pekerjaan kami selesai lebih efisien dan cepat. Kami sangat berterima kasih kepada anak-anak dan guru yang mau berpartisipasi dan mengizinkan kami untuk melakukan observasi ini.
B.     Evaluasi Hasil Observasi Berdasarkan Teori Belajar
Kami menggunakan teori belajar dari Pengondisian Operan. Saat di dalam kelas kami melihat guru banyak menggunakan penguatan kepada murid yang aktif dan bisa mengerjakan tugas dan mengikuti pelajaran dengan baik. Guru sering melontarkan pujian kepada murid seperti, baik, bagus sekali, benar, dll. Pujian-pujian yang diberikan oleh guru tersebut adalah penguatan positif. Penguatan positif yang diberikan guru memancing murid untuk melakukan hal yang sama agar mendapat pujian atau penguatan positif yang lain. Tetapi saat di kelas kami jarang melihat guru melakukan penguatan negatif. Tetapi saat berada di kelas ada beberapa siswa yang lewat di depan kelas dan berkeliaran, sepertinya mereka tidak mengikuti pelajaran atau dikeluarkan dari kelas. Mereka dimarahi dan dibilang untuk tidak berkeliaran dan segera masuk ke kelas. Bentuk nasihat dan marah yang diberikan guru tadi adalah bentuk penguatan negatif. Penguatan negatif diberikan agar mengurangi stimulus yang ada. Murid mengikuti perkataan guru tersebut untuk menghentikan marah dan repetan yang diberikan guru tersebut. Ada juga bentuk hukuman yang kami temukan saat berada di sekolah. Kami melihat beberapa murid yang dihukum oleh guru. Mereka dihukum berdiri dan dimarahin. Hukuman yang diberikan adalah untuk menghentikan suatu respon yang ada. Menurut teori kognitif Piaget, anak pada masa SMP termasuk di dalam tahap operasional konkrit. Anak pada masa ini dapat menyelesaikan masalah dengan logis jika mereka berfokus pada masa kini, tetapi tidak dapat berpikir secara abstrak. 
Berikut adalah hasil laporan kami dalam bentuk slide. Terima kasih.
Evaluasi Observasi Sekolah SMP Negeri 1 Medan

Ini adalah evaluasi kinerja dan evaluasi dengan teori terhadap kelompok kami dalam mengobservasi SMP Negeri 1 Medan. Berikut adalah anggota kelompok kami
1. Muhammad Ali (12-073) 12073ma.blogspot.com
2. Imam Mustakim (13-019) 13019im.blogspot.com
3. Yuli Narty (13-057) yulinarty.blogspot.com
4. Ayu Silvia Manullang (13-079) 13079asm.blogspot.com
5. Yessica (13-101) yessikagrace.blogspot.com
  A.    Evaluasi Terhadap Kinerja Kelompok

Pertama-tama kami meminta izin dari pihak sekolah dengan mendatangi sekolah. Pihak sekolah memberitahu untuk menemui wakil kepala sekolah yang merupakan bagian humas. Saat itu hanya saya yang dari kelompok saya yang datang ke sekolah. Pada hari itu tanggal 27 Maret 2014, saya datang tanpa membawa surat dan ibu itu bilang datang lagi dengan surat izin dari pihak fakultas. Saya kembali ke kampus dan mengurus surat izin dari pihak kampus dengan teman sekelompok saya. Surat dari pihak kampus baru diberikan pada hari selasa minggu depannya. Peraturan dari dosen pengampu yang hanya memperbolehkan 2 kelompok dari kelas saja yang bisa mengobservasi 1 sekolah. Dan ternyata sudah ada 3 kelompok yang ingin mengobservasi SMP Negeri 1. Akhirnya kami mendiskusikan lagi dengan 2 kelompok lain dan 2 kelompok lain memutuskan untuk mencari sekolah lain. Kami memberikan surat izin pada sekolah tanggal 3 April. Tetapi sekolah bilang bahwa kami tidak bisa langsung observasi hari itu ataupun besoknya, memang agak sedikit diundur-undur oleh pihak sekolah. Akhirnya setelah beberapa kali kami minta konfirmasi dari sekolah, kami diizinkan untuk observasi hari Senin tanggal 7 April sedikit gugup dan bingung karena ini adalah observasi kami yang pertama ditambah lagi batas waktu pengumpulan laporan hanya tinggal 2 hari lagi, kami benar-benar berusaha keras agar bisa memberikan laporan terbaik. Dalam kelompok kami saya Yessica dan Imam Mustakim bagian dokumentasi dan Ayu Silvia dan Yuli Narti yang melakukan observasi dalam kelas. Kami melakukan observasi jam 11 siang pada kelas 7 Newton. Nama-nama kelas di sekolah SMP 1 Medan cukup unik karena mereka tidak menggunakan angka, melainkan menggunakan nama-nama ilmuwan dan tokoh-tokoh ini merupakan metode pembelajaran yang bisa memudahkan murid untuk mengingat nama-nama tokoh dengan mudah. Suasana sekolah yang bersih.  dan asri membuat sekolah tampak lebih nyaman dan tenang. Di kelas, suasana kelas cukup bersih dan tidak terlalu sempit karena muridnya juga tidak terlalu banyak. Ini memudahkan guru untuk berinteraksi dengan murid. Saat kami melakukan observasi jam 11 siang, biasanya kalau sudah masuk pelajaran-pelajaran terakhir murid akan terlihat malas-malasan dan mengantuk. Namun di kelas 7 Newton murid tetap terlihat bersemangat dan berkonsentrasi mengikuti pelajaran ,begitu juga dengan guru yang mengajar. Saya dan imam bertugas untuk melakukan dokumentasi dan berkeliling melihat fasilitas-fasilitas sekolah. Sekolah SMP Negeri 1 memiliki area yang cukup luas dan asri. Mereka memiliki 3 lapangan terpisah. Ada lapangan basket, voli dan sepak bola. Lapangan basket dan voli terletak di tengah tengah sekolah, sedangkan lapangan sepak bola terletak di belakang sekolah. Adapun fasilitas lain seperti laboratorium, UKS, kantin dan tempat ibadah. Ada yang cukup unik dari kantin mereka. Ada kantin yang disebut dengan english corner. Jika kita ingin makan atau membeli sesuatu dari kantin ini, kita harus menggunakan bahasa inggris dengan penjualnya. Tujuannya untuk membiasakan para murid menggunakan bahasa inggris dengan fasih. Setelah selesai berkeliling kami kembali ke kelas untuk menyelesaikan observasi dalam kelas. Pelajaran dalam kelas juga sudah mau berakhir. Kinerja kelompok kami saya nilai cukup baik karena kami membagi tugas dengan seimbang sehingga pekerjaan kami selesai lebih efisien dan cepat. Kami sangat berterima kasih kepada anak-anak dan guru yang mau berpartisipasi dan mengizinkan kami untuk melakukan observasi ini.
B.     Evaluasi Hasil Observasi Berdasarkan Teori Belajar
Kami menggunakan teori belajar dari Pengondisian Operan. Saat di dalam kelas kami melihat guru banyak menggunakan penguatan kepada murid yang aktif dan bisa mengerjakan tugas dan mengikuti pelajaran dengan baik. Guru sering melontarkan pujian kepada murid seperti, baik, bagus sekali, benar, dll. Pujian-pujian yang diberikan oleh guru tersebut adalah penguatan positif. Penguatan positif yang diberikan guru memancing murid untuk melakukan hal yang sama agar mendapat pujian atau penguatan positif yang lain. Tetapi saat di kelas kami jarang melihat guru melakukan penguatan negatif. Tetapi saat berada di kelas ada beberapa siswa yang lewat di depan kelas dan berkeliaran, sepertinya mereka tidak mengikuti pelajaran atau dikeluarkan dari kelas. Mereka dimarahi dan dibilang untuk tidak berkeliaran dan segera masuk ke kelas. Bentuk nasihat dan marah yang diberikan guru tadi adalah bentuk penguatan negatif. Penguatan negatif diberikan agar mengurangi stimulus yang ada. Murid mengikuti perkataan guru tersebut untuk menghentikan marah dan repetan yang diberikan guru tersebut. Ada juga bentuk hukuman yang kami temukan saat berada di sekolah. Kami melihat beberapa murid yang dihukum oleh guru. Mereka dihukum berdiri dan dimarahin. Hukuman yang diberikan adalah untuk menghentikan suatu respon yang ada. Menurut teori kognitif Piaget, anak pada masa SMP termasuk di dalam tahap operasional konkrit. Anak pada masa ini dapat menyelesaikan masalah dengan logis jika mereka berfokus pada masa kini, tetapi tidak dapat berpikir secara abstrak. 
Berikut adalah hasil laporan kami dalam bentuk slide. Terima kasih.

Evaluasi Observasi Sekolah SMP Negeri 1 Medan

Ini adalah evaluasi kinerja dan evaluasi dengan teori terhadap kelompok kami dalam mengobservasi SMP Negeri 1 Medan. Berikut adalah anggota kelompok kami
1. Muhammad Ali (12-073) 12073ma.blogspot.com
2. Imam Mustakim (13-019) 13019im.blogspot.com
3. Yuli Narty (13-057) yulinarty.blogspot.com
4. Ayu Silvia Manullang (13-079) 13079asm.blogspot.com
5. Yessica (13-101) yessikagrace.blogspot.com
  A.    Evaluasi Terhadap Kinerja Kelompok

Pertama-tama kami meminta izin dari pihak sekolah dengan mendatangi sekolah. Pihak sekolah memberitahu untuk menemui wakil kepala sekolah yang merupakan bagian humas. Saat itu hanya saya yang dari kelompok saya yang datang ke sekolah. Pada hari itu tanggal 27 Maret 2014, saya datang tanpa membawa surat dan ibu itu bilang datang lagi dengan surat izin dari pihak fakultas. Saya kembali ke kampus dan mengurus surat izin dari pihak kampus dengan teman sekelompok saya. Surat dari pihak kampus baru diberikan pada hari selasa minggu depannya. Peraturan dari dosen pengampu yang hanya memperbolehkan 2 kelompok dari kelas saja yang bisa mengobservasi 1 sekolah. Dan ternyata sudah ada 3 kelompok yang ingin mengobservasi SMP Negeri 1. Akhirnya kami mendiskusikan lagi dengan 2 kelompok lain dan 2 kelompok lain memutuskan untuk mencari sekolah lain. Kami memberikan surat izin pada sekolah tanggal 3 April. Tetapi sekolah bilang bahwa kami tidak bisa langsung observasi hari itu ataupun besoknya, memang agak sedikit diundur-undur oleh pihak sekolah. Akhirnya setelah beberapa kali kami minta konfirmasi dari sekolah, kami diizinkan untuk observasi hari Senin tanggal 7 April sedikit gugup dan bingung karena ini adalah observasi kami yang pertama ditambah lagi batas waktu pengumpulan laporan hanya tinggal 2 hari lagi, kami benar-benar berusaha keras agar bisa memberikan laporan terbaik. Dalam kelompok kami saya Yessica dan Imam Mustakim bagian dokumentasi dan Ayu Silvia dan Yuli Narti yang melakukan observasi dalam kelas. Kami melakukan observasi jam 11 siang pada kelas 7 Newton. Nama-nama kelas di sekolah SMP 1 Medan cukup unik karena mereka tidak menggunakan angka, melainkan menggunakan nama-nama ilmuwan dan tokoh-tokoh ini merupakan metode pembelajaran yang bisa memudahkan murid untuk mengingat nama-nama tokoh dengan mudah. Suasana sekolah yang bersih.  dan asri membuat sekolah tampak lebih nyaman dan tenang. Di kelas, suasana kelas cukup bersih dan tidak terlalu sempit karena muridnya juga tidak terlalu banyak. Ini memudahkan guru untuk berinteraksi dengan murid. Saat kami melakukan observasi jam 11 siang, biasanya kalau sudah masuk pelajaran-pelajaran terakhir murid akan terlihat malas-malasan dan mengantuk. Namun di kelas 7 Newton murid tetap terlihat bersemangat dan berkonsentrasi mengikuti pelajaran ,begitu juga dengan guru yang mengajar. Saya dan imam bertugas untuk melakukan dokumentasi dan berkeliling melihat fasilitas-fasilitas sekolah. Sekolah SMP Negeri 1 memiliki area yang cukup luas dan asri. Mereka memiliki 3 lapangan terpisah. Ada lapangan basket, voli dan sepak bola. Lapangan basket dan voli terletak di tengah tengah sekolah, sedangkan lapangan sepak bola terletak di belakang sekolah. Adapun fasilitas lain seperti laboratorium, UKS, kantin dan tempat ibadah. Ada yang cukup unik dari kantin mereka. Ada kantin yang disebut dengan english corner. Jika kita ingin makan atau membeli sesuatu dari kantin ini, kita harus menggunakan bahasa inggris dengan penjualnya. Tujuannya untuk membiasakan para murid menggunakan bahasa inggris dengan fasih. Setelah selesai berkeliling kami kembali ke kelas untuk menyelesaikan observasi dalam kelas. Pelajaran dalam kelas juga sudah mau berakhir. Kinerja kelompok kami saya nilai cukup baik karena kami membagi tugas dengan seimbang sehingga pekerjaan kami selesai lebih efisien dan cepat. Kami sangat berterima kasih kepada anak-anak dan guru yang mau berpartisipasi dan mengizinkan kami untuk melakukan observasi ini.
B.     Evaluasi Hasil Observasi Berdasarkan Teori Belajar
Kami menggunakan teori belajar dari Pengondisian Operan. Saat di dalam kelas kami melihat guru banyak menggunakan penguatan kepada murid yang aktif dan bisa mengerjakan tugas dan mengikuti pelajaran dengan baik. Guru sering melontarkan pujian kepada murid seperti, baik, bagus sekali, benar, dll. Pujian-pujian yang diberikan oleh guru tersebut adalah penguatan positif. Penguatan positif yang diberikan guru memancing murid untuk melakukan hal yang sama agar mendapat pujian atau penguatan positif yang lain. Tetapi saat di kelas kami jarang melihat guru melakukan penguatan negatif. Tetapi saat berada di kelas ada beberapa siswa yang lewat di depan kelas dan berkeliaran, sepertinya mereka tidak mengikuti pelajaran atau dikeluarkan dari kelas. Mereka dimarahi dan dibilang untuk tidak berkeliaran dan segera masuk ke kelas. Bentuk nasihat dan marah yang diberikan guru tadi adalah bentuk penguatan negatif. Penguatan negatif diberikan agar mengurangi stimulus yang ada. Murid mengikuti perkataan guru tersebut untuk menghentikan marah dan repetan yang diberikan guru tersebut. Ada juga bentuk hukuman yang kami temukan saat berada di sekolah. Kami melihat beberapa murid yang dihukum oleh guru. Mereka dihukum berdiri dan dimarahin. Hukuman yang diberikan adalah untuk menghentikan suatu respon yang ada. Menurut teori kognitif Piaget, anak pada masa SMP termasuk di dalam tahap operasional konkrit. Anak pada masa ini dapat menyelesaikan masalah dengan logis jika mereka berfokus pada masa kini, tetapi tidak dapat berpikir secara abstrak. 

Sabtu, 22 Maret 2014



TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER
Urie Bronfenbrenner mengembangkan teori ekologi dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi si perkembangan si anak.
Bronfenbrenner membagi sistem lingkungan menjadi 5 yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas, yaitu:
·         Mikrosistem
 Mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Menurut Bronfenbrenner murid bukan penerima pengalaman secara pasif di dalam setting ini, tetapi murid adalah orang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksikan setting tersebut.
Kalau dilihat dari pengalaman saya, saya pernah berinteraksi secara langsung dengan guru saat diajukan pertanyaan dikelas. Ini dimaksudkan agar saya lebih aktif dalam kelas.
·         Mesosistem
Mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Misalnya pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman dalam sekolah. Dalam contoh kasus di pengalaman saya adalah bagaimana orang tua saya mengajarkan cara berbicara yang sopan terhadap orang yang lebih tua atau orang lain yang menjadi lawan bicara saya. Pengalaman yang saya alami dalam keluarga terbawa saat berbicara dengan orang lain di sekolah.
·         Ekosistem
Ekosistem terjadi ketika pengalaman di setting lain ( dimana anak tidak berperan aktif). Misalnya semua kontrol dan peranan dipegang kuat oleh dewan sekolah dan dewan sebuah organisasi. Keputusan yang mereka ambil bisa mempercepat atau memperlambat perkembangan anak. Contoh yang mirip dengan ekosistem yang pernah saya alami adalah saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar setiap siswa diwajibkan untuk meminjamkan 1 buku setidaknya seminggu sekali di perpustakaan sekolah. Ini juga termasuk ekosistem karena setting yang dibuat memusatkan dewan sekolah dalam mengontrol keseringan murid meminjam buku. Tindakan ini bertujuan ntuk mempercepat perkembangan pengetahuan anak dalam membaca buku karena sedikitnya minat anak dalam membaca buku di perpustakaan.
·         Makrosistem
Makrosistem adala kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah untuk mencakup peran etnis dan sosioekonomi dalam perkembangan anak. Misalnya beberapa kultur ( seperti Indonesia yang mayoritas muslim) lebih menekankan kepada gender tradisional. Dimana di kebanyakan negara Islam lebih mengutamakan sekolah kepada pria, tetapi di Amerika Serikat lebih bersifat seimbang dimana pria dan wanita bebas untuk bersekolah. Salah satu aspek dari status sosio ekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa diantara anak tersebut banyak yang masih ulet.
·         Kronosistem
Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Misalnya murid murid sekarang tumbuh dengan bermacam teknologi yang sudah canggih. Anak zaman sekarang sudah banyak yang sangat pandai menggunakan internet dan komputer dibandingkan dengan zaman dulu. Sekarang anak sudah mulai diajarkan teknologi seperti penggunaan komputer sejak SD. Dalam generasi ini anak tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi yang tumbuh dalam kota yang semerawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas anatara kota, pedesaan, atau subkota.
Pengalaman yang saya alami dalam kronosistem adalah adanya kelas sewaktu saya SD yang pertama kali mengajarkan bagaimana caranya menggunakan komputer, microsoft word. Kelas komputer atau dulu yang disebut dengan TIK adalah kelas yang pertama kali dibuka yang mengajar tentang penggunaan komputer. Saat memasuki SMP pembelajaran tentang komputer masih ada, bagaimana cara menggunakan power point, membuat URL, dll. Saat di bangku SMA penggunaan komputer juga mengajarkan tentang menggunakan photoshop, corel draw, dll.
Sekian bahasan tentang teori Bronfenbrenner dan pengalaman saya yang bisa dikaitkan dengan teorinya. Terima kasih.

Selasa, 11 Maret 2014

Keefektifan antara Pengondisian Klasik dan Operan pada Anak

Kita akan membahas tentang keefektifan antara pengondisian klasik dan operan pada anak. Sebelum kita memilih pengondisian yang lebih efektif kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dan dibahas dalam kedua pengondisian ini. Pembelajaran dibagi atas dua yaitu asosiatif dan observasi. Dalam pembelajaran asosiatif terdapat dua pengondisian yang akan kita bahas, yaitu pengondisian klasik dan operan.
PENGONDISIAN KLASIK
Apasih pengondisian klasik? pengondisian klasik itu adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. teori pengondisian klasik ini diperkenalkan oleh Ivan Pavlov saat sedang mengeksperimenkan anjingnya. Disini Pavlov mengasosiasikannya dengan stimulus yaitu unconditioned stimulus (UCS), Unconditioned response (UCR), Conditioned stimulus (CS), Conditioned Response (CR). Pavlov memberikan makanan kepada anjingnya dan anjingnya mengeluarkan air liur, saat dia membunyikan bel anjingnya tidak mengeluarkan air liur, kemudian Pavlov mengasosiasikan setiap kali ada makanan akan ada bunyi bel dan anjing mengeluarkan air liur, lalu setiap kali bel terdengar anjing akan mengeluarkan air liur. terlihat seperti pada poto berikut ini.
 
Di poto ini dijelaskan bahwa sebelum pengondisian daging adalah UCS dan air liur adalah UCR, namun setelah diberikannya pengondisian yaitu saat anjing diberikan makanan dengan bunyi bel, setiap kali bel berbunyi itu adalah CS dan anjing akan mengeluarkan air liur itu adalah CR. 
Lalu bagaimana cara menghubungkannya dengan pendidikan? Kita bisa memberikan stimulus yang menyenangkan atau yang disukai oleh anak-anak, sehingga mereka bisa memberikan respon yang baik dan aktif saat sedang ada di kelas. Guru harus bisa memberikan pengondisian stimulus yang bisa menghasilakan pengondisian respon yang diinginkan. Guru atau pengajar seharusnya tidak boleh memberikan stimulus yang memberikan rasa cemas dan takut terhadap anak-anak karena akan menghasilkan respon yang tidak baik pula, mereka akan merasa terpaksa mengikuti pelajaran dan merasa tertekan.

PENGONDISIAN OPERAN
pengondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
pengondisian operan ini pertama kali dipelopori oleh E.L. Thorndike dan dibenarkan kembali oleh B.F. Skinner.
Thorndike mempelajari seekor kucing dalam kardus yang pintunya dikunci dan hanya bisa dibuka jika kucing tersebut menekan pijakan yang terdapat dalam kardus dan seekor ikan diletakkan di depan kardus sehingga kucing tersebut bisa mencium aroma dari ikan tersebut. Pertama-tama kucing melakukan respon yang tidak efektif seperti menggigit atau mencakar pintu kardus tersebut, sampai dia tidak sengaja menginjak pijakan tersebut sehingga palang tersebut terbuka. Percobaan-percobaan seperti itu terus diulang sampai akhirnya kucing tersebut mengerti cara membuka pintu tersebut. berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike, dia mengeluarkan hukum efek (law effect) yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil negatif akan diperlemah.

Dalam pengondisian operan ada yang disebut dengan penguatan atau reinforcement. penguatan ini dibagi atas dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.

1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
    Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Contohnya orang tua memuji karena anaknya melakukan tugasnya dengan benar. Jadi, ada kemungkinan anak itu akan melakukan tugasnya dengan baik lagi karena dia mendapat pujian.
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
    Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan. Contohnya anak yang menyapu halaman rumahnya karena tidak suka mendengar omelan ibunya. Jadi, dia menyapu rumahnya untuk menghilangkan omelan ibunya.

Bagaimana dengan penerapan pengondisian operan dalam kelas? Guru atau pengajar akan terus memberikan penguatan baik itu dalam positf maupun negatif karena disini guru akan memancing murid untuk melakukan tugasnya baik dia suka maupun dia suka. Maksudnya, jika dia suka dia pasti akan melakukan tugasnya dengan baik dan dia mendapatkan pujian untuk hasil tugasnya, sedangkan jika dia tidak suka mungkin guru akan memberikannya nasihat atau teguran karena hasil yang dia dapatkan tidak maksimal sehingga dia memilih untuk melakukan tugasnya dengan baik untuk menghentikan teguran dari guru tersebut.

Setelah mengetahui tentang pengondisian klasik dan operan, pengondisian yang mana yang lebih efektif untuk digunakan guru atau pengajar dalam mendidik?
Menurut saya, lebih efektif jika guru atau pengajar menggunakan pengondisian operan. Mengapa? karena jika kita menggunakan pengondisian klasik belum tentu stimulus yang kita berikan akan menghasilkan respon yang kita inginkan dan stimulus yang kita berikan belum tentu langsung diberikan respon. Jika kita menggunakan pengondisian operan maka murid akan belajar dengan melihat konsekuensi yang mereka dapat dan kita bisa melihat respon dari murid saat itu juga (langsung). Jika yang mereka kerjakan itu benar, mereka akan mendapatkan positive reinforcement, dimana mereka pasti akan berusaha lagi untuk melakukan tugas mereka dengan baik dan di dalam pengondisian operan, kita bisa menjumpai tentang hukuman ( punishment) yang jelas bagaimana cara menghukum murid tanpa harus melakukakan kekerasan dan malah membuat membuat murid cemas dan takut saat mengikuti kelas itu.Tetapi bukan berarti pengondisian klasik tidak baik, mungkin pada anak-anak pengondisian operan lebih tepat dan lebih efektif.

Minggu, 23 Maret 2014

Kelompok 8 : Teori Vygotsky (Ayu Silvia manullang 13-079)

Vygotsky memiliki ide zone of proximal development dimana anak merasa terlalu sulit untuk melakukan sesuatu dan mereka membutuhkan bantuan, dari orang dewasa atau anak yang lebih mampu dari mereka. Setelah anak mendapat intruksi verbal atau demokrasi, mereka menata informasi dalam struktur mental mereka, sehingga mereka akhirnya bisa melakukan tugas atau keahlian itu tanpa bantuan orang lain.
                Nah, sekarang aku mau berbagi sedikit tentang pengalamanku yang berhubungan dengan ide Bapak Vygotsky ini. Jadi, waktu masih SD, masih kecil banget dan aku baru belajar perkalian dan pembagian di sekolah. Nah, aku dikasih PR sama Ibu guruku dan tugas itu harus sudah dikumpulkan esok harinya. Waktu malam-malam di rumah, mama nanya aku ada PR atau enggak, terus aku bilang ada, tapi aku gak ngerti yang soal pembagian. Terus Mama nyuruh abang aku, namanya Daulat (orangnya ganteng loh. hehe) buat ngajarin aku ngerjain tugas itu. Dengan terpaksa (keliatan dari wajahnya) si abang mulai memberikan ( intruksi verbal ) dengan ngajarin aku , dia ngasih tau cara ngerjain, langkah-langkah penyelesaiannya, mana yang membagi, mana yang dibagi, bagaimana symbol bagi, apa itu bagi dengan memberikan beberapa contoh-contoh yang mudah untuk kumengerti dan mampu diterima otak kecilku waktu itu. Dan dengan sabarnya abang menjawab pertanyaan-pertanyaanku yang kayaknya pasti terdengar bodoh (yaa kan aku masih kecil..). Waktu lagi diajarin aku bingung karna kayaknya yang diajarin guruku sama yang diajarin si abang rada beda, terus dengan polosnya  aku bilang gini  “bang, bukan gitu caranya kata guruku..”, si abang nanya “jadi gimana ?”, kujawab “gatau tapi pokoknya bukan kayak gitu..”.  Setelah kami beradu panjang dan sengit, akhirnya aku mengalah (tuntutan anak paling kecil, enggak juga sihh kayaknya emang akku yang salah waktu itu. hahaha) lalu aku akhirnya tetap mendengarkan dan mengumpulkan informasi dan mengingat langkah-langkah cara mengerjakan soal pembagian yang sudah abangku nan ganteng itu ajarkan. Yahh walaupun susah dan waktu itu aku emang bego banget ya kayanya, tapi akhirnya aku bisa mengerti setelah diajarkan beberapa kali, diuji dengan soal-soal, dipaksa mengerti, dan ya akhirnya aku bisa. Aku berhasil !!!!! Aku bisa mengerjakan tugasku dan besoknya, dengan bangga aku mngumpulkan tugasku ke meja Ibu guru. Jadi, mulai saat itu aku sudah mampu mngerjakan soal pembagian sendiri tanpa perlu diajari lagi oleh bang Daulat, guruku, atau siapapun lahh, karna aku uda ngerti, dan uda bisa ngrjain sendiri, bisa bagi-bagi sendiri, dan bisa mengaplikasikan pembagian itu di kehidupanku sehari-hari, dan yaaa sampai hai ini, aku bisa sendiri. So, I wanna say thanks a lot to my best bro ever yang uda sabar mengajariku dan membuatku bisa bagi-bagi sampai hari ini. I love you so much abang :*

                Intinya, aku bisa mengerti bagaimana cara menyelesaikan soal pembagian adalah karena adanya bantuan dari orang yang lebih mampu/ahli dariku, yaitu abang, dan mau mengajariku sampai aku mengerti dan akhirnya aku bisa menguasai dan dapat mengerjakan soal pembagian tanpa bantuan lagi dari orang lain. ( Ya iyalah, masa sampai sekarang aku gabisa bagi-bagi ??  ). Jadi, menurutku, ide belajar  zone of proximal development itu membutuhkan bantuan orang lain yang mengajari, membimbing, dan membina seorang anak dagar mengerti dan akhirnya dapat melakukan sesuatu tanpa perlu bantuan orang lain lagi. Thank you J

Rabu, 12 Maret 2014

TEKNOLOGI KOMPUTER DALAM BIDANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN


1. Beberapa Teori Dalam Psikologi yang Berhubungan dengan Pengembangan Teknologi Pendidikan

Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar.

Menurut Lumsdaine (dalam Miarso 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam perkembangan teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar, sedangkan menurut Deterline (dalam miarso 2009) berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku yang digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari pebelajar secara sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu sendiri. Sedangkan Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing-masing.

Kajian ahli-ahli psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan berlangsung selama masa dan pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus kajian di lingkungan pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran, memahami peserta didik, pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar, dan penilaian. Kemudian berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik, penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai contoh operant behavioral conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu dalam tiga hal, yaitu:

1.    Pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program pembelajaran;

2.    Spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; dan

3.    Pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model komunikasi (Ely, 1963).

2. Psikologi Pendidikan dan Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pendukung keberhasilan proses belajar mengajar (Sunarno, 1998). Komputer termasuk salah satu media pembelajaran. Pengunaan komputer dalam pembelajaran merupakan aplikasi teknologi dalam pendidikan. Pada dasarnya teknologi dapat menunjang proses pencapaian tujuan pendidikan. Namun sementara ini, komputer sebagai produk teknologi khususnya di sekolah-sekolah kurang dimanfaatkan secara optimal, hanya sebatas word processing saja. Kini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjadikan teknologi (komputer) dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan.

Di lapangan, sistem penyajian (materi) melalui komputer dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti : hyperteks, simulasi–demontrasi ataupun tutorial. Tiap-tiap sistem memiliki keistimewaan masing–masing. Sangat menarik jika keunggulan masing–masing sistem tersebut digabungkan ke dalam satu bentuk model yang dapat digunakan dalam pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan lebih berkesan dan bermakna.

Media pembelajaran sekarang bukan hanya sekedar alat bantu bagi guru dalam menyampaikan materi-materi pembelajaran di sekolah. Media pembelajaran ini manfaatnya sangat luas, dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki peserta didik, melampaui batas ruang dan waktu, dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran juga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi dan mempunyai ketrampilan dalam mengaplikasikannya.

Contoh penggunaan komputer dalam proses belajar. Keterampilan dalam menggunakan komputer sangat dibutuhkan peserta didik untuk hidup dalam kehidupannya di masa kini dan masa yang akan datang. Dalam perkuliahan psikologi pendidikan, selain menggunakan berbagai media seperti proyektor, laptop, dan wi-fi, kita sebagai mahasiswa juga diharuskan mempunyai blog sendiri. Dengan begitu, semua mahasiswa diharuskan membuat dan mampu mengaplikasikan blog tersebut. Dari tugas individu maupun tugas kelompok, materi kuliah dan berbagai info lainnya dapat diakses dari blog.

3. Psikologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran

Teknologi pendidikan yang juga dikenal sebagai teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktik dalam memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengatur proses dan sumber teknologi yang tepat. Istilah teknologi pendidikan sering diasosiasikan dengan teori instruksional dan teori belajar. Teknologi instruksional meliputi proses dan sistem belajar dan instruksi, sedangkan teknologi pendidikan berkaitan dengan segala sistem yang digunakan dalam proses perkembangan kemampuan manusia.

Dengan semakin berkembangnya teknologi mempengaruhi proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Teknologi memberikan kemudahan baik bagi pengajar maupun peserta didik dalam mengakses informasi pembelajaran.

Teknologi ini tidak hanya terpaku pada proses belajar secara e-learning akan tetapi proses belajar secara tatap muka (face to face) juga bisa dianggap sebagai pemanfaatan dari teknologi tergantung dari alat maupun fasilitas yang digunakan. Teknologi dapat berupa teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, teknologi terpadu.

Dengan adanya pemanfaatan teknologi secara efektif akan dapat menunjang proses belajar mengajar karena bahan ajar tidak hanya terpaku pada kurikulum yang berlaku, para peserta didik juga dapat mengembangkan kemampuan kognitif mereka karena proses pembelajaran yang didapat tidak hanya dari institusi-institusi tertentu.

Tiga teori utama yang merupakan dasar dalam teknologi pendidikan antara lain :

1.         Behaviorisme

2.         Kognitivisme

3.         Konstruktivisme

4. Ragam Model Pembelajaran

Ragam model pembelajaran adalah berbagai cara yang digunakan oleh guru ataupun staf pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Ragam model pembelajaran yang dibuat tentu mempunyai benefit/manfaat yang sekiranya berguna bagi semuanya, adapun model desain pembelajaran ditujukkan untuk:

1.         Memudahkan para pengajar dlm memilih desain pembelajaran yang cocok untuk dipakai

2.         Meningkatkan hasil belajar anak didik baik dari segi pemahaman konsep maupun prakteknya,mningkatkan daya kreatifitas anak didik

3.         sebagai materi bahan ajar dan bahan acuan bagi pengajar

Berbagai ragam model pembelajaran metode pembelajaran:

1. Metode Ceramah

Dalam metode ceramah proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru umumnya didominasi dengan cara ceramah.

2. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah.

Jika metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam forum ini sangat tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: harus ada pimpinan diskusi, topik yang menjadi bahan diskusi harus jelas dan menarik, peserta diskusi dapat menerima dan memberi, dan suasana diskusi tanpa tekanan.

3. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.

Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.

4. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.

Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka:

1) tugas harus bisa dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa,

2) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok dan ditanggapi oleh siswa dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan,

3) di akhir kegiatan ada kesimpulan yang didapat.

5. Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda Tanya Jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.

6. Mind Mapping

Suatu metode  untuk memaksimalkan potensi pikiran dengan menggunakan otak  kanan dan otak kirinya secara simultan. Biasanya dalam bentuk power point.

Sebenarnya masih banyak metode-metode pembelajaran. Dari keenam metode diatas adalah metode pembelajaran yang paling sering digunakan dalam pembelajaran.

5. Hubungan Psikologi Pendidikan dengan Teknologi Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin, asal kata jamaknya adalah medium. Medium arti sederhananya adalah ANTARA. Kembali ke istilah belajar. Belajar terjadi ketika ada interaksi dengan sumber belajar (mengalami). Untuk berinteraksi dengan sumber belajar, tentunya perlu “makelar” alias “perantara”. Disitulah peran penting diperlukannya apa yang dinamakan MEDIA. Tentu saja, dalam hal ini adalah media pembelajaran. Dengan demikian, karena dalam proses pembelajaran terjadi proses komunikasi atau interaksi antara orang yang belajar dengan aneka sumber belajar, maka agar komunikasi atau interaksi tersebut terjadi secara optimal dibutuhkan media pembelajaran yang relevan tentunya.

Teknologi pendidikan memegang peran yang penting, terutama setelah berkembangnya TIK, dimana komputer menjadi bagian integral didalamnya. Teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik-teknik dan alat-alat baru untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Perlu diingat, teknologi tidak akan menggantikan guru. Teknologi pembelajaran, sebenarnya memiliki posisi dan peran sebagai pengembang multimedia pembelajaran yang bermutu. Tentu saja bekerjasama dengan pihak lain.

Implementasi teknologi di bidang pendidikan perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan (master plan) terhadap semua aspek pengembangan pendidikan secara seimbang (bukan secara proyek). Sering pengumuman yang muncul di media mengenai teknologi di arena pendidikan kelihatannya kurang menilaikan penelitian dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus-kasus teknologi dan pendidikan tertentu kelihatannya juga diankat sebagai solusi umum.Memang kita wajib untuk mencari solusi yang kreatif, tetapi kita juga wajib untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada di dunia supaya kita tidak hanya mengulangkan kegagalan negara lain.

Dengan mengkombinasikan soft-technology (seperti strategi, metode pembelajaran) yang tepat dengan hard-technology yang ada, maka seorang pengajar dapat menyulap proses pembelajaran menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan efektif (tujuan tercapai). Dalam hal ini, bukan teknologi yang membuat suatu pembelajaran berhasil, tapi ketepatan menerapkan teknologi itulah yang menyebabkan suatu pembelajaran berhasil dengan baik.

PERANAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMPUTER


Hubungan Psikologi Pendidikan dengan Teknologi Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin, asal kata jamaknya adalah medium. Medium arti sederhananya adalah ANTARA. Kembali ke istilah belajar. Belajar terjadi ketika ada interaksi dengan sumber belajar (mengalami). Untuk berinteraksi dengan sumber belajar, tentunya perlu “makelar” alias “perantara”. Disitulah peran penting diperlukannya apa yang dinamakan MEDIA. Tentu saja, dalam hal ini adalah media pembelajaran. Dengan demikian, karena dalam proses pembelajaran terjadi proses komunikasi atau interaksi antara orang yang belajar dengan aneka sumber belajar, maka agar komunikasi atau interaksi tersebut terjadi secara optimal dibutuhkan media pembelajaran yang relevan tentunya.
Teknologi pendidikan memegang peran yang penting, terutama setelah berkembangnya TIK, dimana komputer menjadi bagian integral didalamnya. Teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik-teknik dan alat-alat baru untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Perlu diingat, teknologi tidak akan menggantikan guru. Teknologi pembelajaran, sebenarnya memiliki posisi dan peran sebagai pengembang multimedia pembelajaran yang bermutu. Tentu saja bekerjasama dengan pihak lain.
Implementasi teknologi di bidang pendidikan perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan (master plan) terhadap semua aspek pengembangan pendidikan secara seimbang (bukan secara proyek). Sering pengumuman yang muncul di media mengenai teknologi di arena pendidikan kelihatannya kurang menilaikan penelitian dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus-kasus teknologi dan pendidikan tertentu kelihatannya juga diankat sebagai solusi umum.Memang kita wajib untuk mencari solusi yang kreatif, tetapi kita juga wajib untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada di dunia supaya kita tidak hanya mengulangkan kegagalan negara lain.
Dengan mengkombinasikan soft-technology (seperti strategi, metode pembelajaran) yang tepat dengan hard-technology yang ada, maka seorang pengajar dapat menyulap proses pembelajaran menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan efektif (tujuan tercapai). Dalam hal ini, bukan teknologi yang membuat suatu pembelajaran berhasil, tapi ketepatan menerapkan teknologi itulah yang menyebabkan suatu pembelajaran berhasil dengan baik.

PEMANFAATAN TIK DALAM PENDIDIKAN BERKARAKTER

Pendidikan karakter sangat penting dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, bermartabat, dan berkarakter, sehingga perlu benar-benar dijaga agar pemanfaatan TIK tidak mengganggu pembentukan karakter peserta didik, melainkan justru mendukungnya. Mengapa? Karena tidak ada gunanya mendidik anak menjadi sangat pintar tetapi karakternya buruk dan/atau lemah, sehingga justru dengan kepandaiannya tersebut kelak mereka akan membuat kerusakan/kejahatan atau menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri, bagi masyarakat, maupun bagi bangsa. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK dalam pendidikan perlu dirancang, direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai dalam rangka mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya seperti diuraikan di atas. Menurut Suwarsih Madya, (2011), untuk menjaga agar pemanfaatan TIK tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap (1) pengembangan peserta didik menjadi manusia berkarakter dan berkecerdasan intelektual dan (2) pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan terkait, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip berikut:
1)      Pemanfaatan TIK dalam pendidikan sebaiknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK.
2)      Pemanfaatan TIK sebaiknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
3)      Pemanfaatan TIK sebaiknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
4)      Pemanfaatan TIK sebaiknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatanpembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
5)      Pemanfaatan TIK sebaiknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.
Selanjutnya, agar penerapan pendidikan karakter melalui TIK dapat berjalan secara efektif dalam mencapai tujuannya, para guru hendaknya mampu memberikan materinya dengan cara-cara yang interaktif, dan mampu membuat para peserta didiknya menjadi kreatif. Proses pembelajarannya pun harus menjadi menyenangkan dan bermakna. Dalam konteks tersebut, peran guru dalam proses interaksi pembelajaran hendaknya tidak terlalu dominan, tetapi lebih sering berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih berpusat pada peserta didik atau lebih menempatkan peserta didik sebagai subyek didik daripada sebagai obyek didik.
Lebih lanjut, dalam proses pelaksanaan pembelajaran melalui TIK, peserta didik tidak hanya digiring sebatas untuk mencari dan memperoleh informasi saja, tetapi juga diarahkan agar memiliki kemampuan untuk menciptakan informasi di internet. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran melalui TIK, peserta didik harus diarahkan untuk mampu menjadi produsen pengetahuan, dan bukan hanya sebatas menjadi konsumen pengetahuan atau penikmat teknologi saja, sehingga dapat membawa perubahan yang lebih positif bagi peserta didik. Agar bisa menjadi produsen pengetahuan, maka budaya baca dan tulis menulis harus benar-benar dilatihkan melalui pemanfaatan TIK secara benar. Para guru pun harus belajar ngeblog agar mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya. Dengan ngeblog, para guru dan siswa akan menjadi terbiasa menulis. Sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa “satu kali contoh keteladanan lebih baik daripada 1000 kali perkataan.” Para guru harus mampu memberikan contoh yang baik dalam memanfaatkan TIK khususnya internet secara sehat dan produktif. Dengan begitu mereka akan melihat keteladanan dari gurunya dalam pemanfatan TIK di sekolah. Para peserta didik pun pada akhirnya akan mengikutipula dalam menjalankan internet sehat dengan hati yang sehat pula. Hati yang sehat didapat dari pembinaan pendidikan budaya dan karakter yang terus dikembangkan oleh para guru.
Dalam memanfaatkan TIK, perlu juga ditanamkan rasa malu dalam diri peserta didik dan aturan yang tegas agar anak-anak:
(a)           tidak bersentuhan dengan pornografi,
(b)          tidak melakukan plagiasi, dan
(c)           tidak dibiarkan untuk terus menerus mengkonsumsi games atau permainan online lainnya di internet yang mengasyikkan. Jika kita biarkan anak didik kita hanya menkonsumsi game online secara terus menerus, maka kita akan menghasilkan sebuah generasi para gamer, dan bukan programer, yaitu sebuah generasi yang mampu menciptakan berbagai games atau permainan yang mengasyikkan. Progamer sangat kita perlukan dalam membuat konten-konten edukatif. Dengan begitu pendidikan ini akan maju dan sejajar dengan negara lainnya. Dalam proses pembelajaran TIK, hendaknya peserta didik tidak hanya diarahkan untuk kelas operator saja tetapi menjadi programer aktif yang membuat mereka kreatif dalam membuat program-program inovatif yang dapat dibanggakan. Lihatlah Fahma, sosok penemu software termuda di dunia. Dia terlahir dari anak Indonesia yang bertempat tinggal di kota Bandung. Itulah salah satu contoh dimana pendidikan budaya, dan karakter terintegrasi dengan TIK dalam proses pembelajarannya. TIK harus benar-benar dimanfaatkan dengan tujuan para peserta didik mampu mendengarkan dengan baik, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan begitu mereka akan mampu menyampaikan pesannya kepada khalayak ramai dan membuat diri mereka menjadi orang hebat luar biasa karena memiliki kemampuan berbahasa secara baik. Semua hal di atas itu harus terintegrasikan dalam pendidikan karakter yang berbasis TIK. TIK harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk menerapkan nili-nilai dasar pendidikan karakter, dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar para generasi bangsa ini mampu mengembangkan kreativitasnya.
Salah satu contoh yang paling mudah dalam pendidikan karakter diantaranya adalah penanaman nilai kejujuran. Para guru harus mampu menanamkankejujuran dalam diri setiap peserta didik. Tak berkata bohong (dusta) dan mampu berkata benar dalam segala sikap dan tingkah lakunya. Nilai-nilai kejujuran tersebut dapat ditanamkan dan dikontrol melalui media facebook yang sedang booming saat ini, baik dikalangan anak-anak maupun orang dewasa. Sikap dan perkataan jujur peserta didik akan dengan mudah tertangkap jelas dari facebook para guru, bila para peserta didiknya telah berteman dengannya. Oleh karena itu media facebook dapat dijadikan untuk sarana membangun komunikasi yang lebih dekat antara guru dengan para siswanya. Melalui facebook guru dapat mengajak dialog atau diskusi dengan para siswa, sehingga dapat terjalin komunikasi yang positif antara guru dan siswa. Terjadinya komunikasi yang positif antara guru siswa akan dapat membantu meningkatkan kualitas interaksi pembelajaran dan mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran, disamping dapat untuk mengarahkan sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Nilai karakter lain yang perlu ditanamkan melalui TIK adalah budaya baca. Budaya baca yang mulai hilang dari dunia anak-anak kita harus sudah digiatkan kembali dengan konten-konten edukasi yang dibuat sendiri oleh para guru melalui blog atau website sekolah. Di sinilah para guru harus mampu menulis, dan membuat para peserta didiknya menjadi gemar membaca. Konten-konten atau materi pelajaran itu bisa dimasukkan dalam server aplikasi MOODLE atau Blog yang berbasis Content Management System (CMS). Di tempat itu, para guru dapat kreatif membuat sendiri media pembelajarannya. Para guru pun dapat membuat tes atau ujian secara online. Alangkah indahnya jika para peserta didik kita mampu berinternet secara sehat, menyebarkan berita dengan benar, dan mampu menceritakan pengalamannya yang mengesankan dalam blog-blog mereka. Dengan begitu kemampuan menulis mereka pun akan terasah dengan baik, karena sering menulis di blog. Selanjutnya, agar pendidikan karakter dapat berjalan secara komprehensif dalam proses pendidikan di sekolah, maka penerapan pendidikan karakter di sekolah perlu memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)      Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
2)      Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
3)      Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar untuk pembelajaran biasa.
4)      Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah bahwa teknologi komputer sangat berhubungan dengan dunia pendidikan salah satunya adalah berhubungan dengan psikologi pendidikan dimana siswa menggunakan komputer untuk mngerjakan tugas, penulisan ilmiah, dan skripsi.
Teknologi pendidikan memegang peran yang penting, terutama setelah berkembangnya TIK, dimana komputer menjadi bagian integral didalamnya. Teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik-teknik dan alat-alat baru untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Sumber            : http://fs-galery.blogspot.com/2012/06/makalah-peranan-psikologi-pendidikan.html